Sunday, December 5, 2010

About Dream and Death

and when your family and dream gone in the same day, what would you do?

Via twitter 15 nov 2010, 11:22 pm

@dew_miauw

Agustus 2007

Aku melihat sebuah pengumuman beasiswa yang dipasang di papan pengumuman kampusku. Sungguh menarik, tapi kok persyaratannya minimal semester 5? Oke, berarti aku harus menanti 4 semester lagi untuk bisa mandaftar beasiswa itu.

November 2010

Aku mencoba mendaftar beasiswa itu. And the rest, I’ve told you before in my earlier blog post.

Oktober 2010

Akhirnya kuputuskan untuk kembali mencoba meraih beasiswa yang gagal kuraih tahun lalu. Semua dokumen dan syarat yang diperlukan sudah kupersiapkan. Toefl score? Ah, untung hasil tes tahun kemarin masih bisa digunakan. H-2 dari tenggat waktu yang ditentukan panitia, kukirim dokumen itu ke Jakarta dengan penuh harap. Kalau tahun kemaren karena kecerobohanku sendiri aku gagal masuk tahap wawancara, paling ga kali ini aku harus bisa sampai tahap itu.

Setauku panggilan wawancara akan diterima 1 sampai 2 minggu setelah dokumen dikirim. Aku pun menanti telepon itu. Tentu sudah aku pastikan kalau nomor yang aku masukkan benar. Selang 2 minggu dari pengiriman dokumen, hpku tetap tak menerima telepon itu. Ah sudahlah, barangkali memang aku ga lolos tahap pertama. Pikirku waktu itu.

11 November 2010

Hpku berbunyi tanda telepon masuk. Dan ternyata nomor Jakarta yang meneleponku. Dan ternyata lagi adalah nomor dari institusi yang mengadakan beasiswa itu. Ah, alhamdulillah aku dapat panggilan wawancara itu. Senin, 15 November 2010 jam 9 di Universitas Sanata Darma Jogja.

14 November 2010

Peta Jogja sudah ditangan. Perjalanan akan dimulai dari stasiun purwosari lalu turun di stasiun Lempuyangan. Dari sana cari ojek untuk sampai ke lokasi tujuan. Ya ya, aku pasti bisa dan berani pergi sendiri.

15 November 2010

Ketika adzan Subuh berkumandang

Bapak menuju kamar nenek, rutinitas biasa yang bapak lakukan untuk mengecek apakah nenek perlu bantuan atau tidak. Tapi saat itu berbeda, nenek hanya diam. Tak bernafas.

Innalillahi wa innaillaihi rojiun..

Setiap yang bernyawa pasti akan mati.

Tentu saja semua kaget karena tidak ada tanda-tanda bahwa nenek akan pergi di hari itu. Bahkan ketika bapak melihat kamar nenek jam 12 malam pun terlihat nenek hanya tertidur lelap.

Lalu ibu memberitahu ketua RT, bapak menelepon keluarga di Delanggu untuk mengabarkan dan mempersiapkan pemakaman di sana karena nenek pernah bilang kalau beliau meninggal dimakamkan di sana saja, di samping makam suaminya.

Aku belum pernah berada di situasi seperti itu. Di mana terdapat banyak orang datang, di depan rumah terdapat jejeran kursi untuk pelayat, orang-orang sibuk sendiri. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Beruntung kami mendapat banyak bantuan dari keluarga, tetangga, dan semuanya.

Aku ga pernah mbayangin bagaimana rasanya duduk di depan mobil ambulance, sedangkan di belakang terdapat jasad keluargaku. Dan sekarang aku tahu, bagaimana rasanya...

Nenek yang aku ceritakan di sini sebenarnya adalah adik dari orang tua bapak, nenek-kakek kandungku sudah meninggal semua. Aku biasa memanggil nenek dengan “mbah”. Panggilan untuk nenek yang biasa dilakukan oleh orang Jawa. Tentu kami sangat kehilangan, nenek sudah seperti nenek kandungku sendiri. Dari kecil hingga aku besar kami hidup bersama. Aku masih ingat ketika orang-orang bercerita kalau dulu ketika aku masih kecil baru pulang dari Padang aku menggigit nenekku. Bukannya temu kangen malah menggigit.

Memang dari tahun ke tahun kondisi nenek semakin memburuk, kalau orang bilang namanya sakit tua. Dari yang ga bisa jalan sendiri lagi, sampai terakhir makan hanya sedikit sekali.

Foto setahun yang lalu

Selamat jalan mbah, semoga dilapangkan kuburmu... Amin...


Di hari itu, nenek meninggal (diperkirakan) pukul setengah empat pagi.

Di hari yang sama, impianku pergi lagi.

But I believe, that God’s plan will never be wrong.

No comments: